red_roodee

Monday, June 12, 2006

SEWINDU REFORMASI

Catatan Aksi
----------------------
SEWINDU REFORMASI

Sembilan tahun lamanya, tak kuduga jadi sia-sia, kami berharap demi Indonesia, reformasi yang telah digulirkan mampu membawa perubahan kondisi bangsa ini menuju lebih baik. Tapi, ternyata kau hilang, yah...harapan itu kini sirna sudah, perubahan yang diharap tak kunjung menghampiri. Malah dipandang dari perspektif apapun, dapat terlihat kondisi negara-bangsa ini menuju arah yang menyedihkan, menyedihkan banget. Kesejahteraan rakyat yang di idamkan bak jauh panggang dari api, kekisruhan sistem politik menjadi realitas yang tak terbantahkan, akibatnya roda perekonomian yang seharusnya bergerak dinamis-progressif untuk menuju pemberdayaan ekonomi kerakyatan hanya cita-cita yang sebatas untuk digaungkan saja. Ketidak-adilan sosial adalah santapan hari-hari atau pertunjukan yang kerap dipertontonkan, rasa keadilan masyarakat di injak-injak, keterjajahan akibat intervensi asing dalam segala kebijakan telah menghilangkan kedaulatan dan martabat sebagai bangsa.
Yah, negeri ini sangat ironis, rakyatnya selalu melihat penindasan dan hegemoni yang dilakukan oleh para penyelenggara negara. Disaat rakyat hidup sengsara, sebagian kecil elitnya justru tidur nyenyak diatas rumah-rumah mewah, makan kenyang nan nikmat, berpergian dengan kendaraan-kendaraan mewah ‘limited edition series’ yang semuanya dibangun diatas kesengsaraan, diatas tumpukan narasi kebencian, diatas tulang belulang dan tumpahan keringat dan darah rakyat miskin.
Sedangkan kebijakan yang diberikan untuk mereka yang ‘papa’ ini adalah penggusuran, pencaplokan tanah dan hak-hak mereka. Bagi petani, harga pupuk dinaikan, harga gabah diturunkan, impor beras dilakukan, meski beras yang di impor adalah beras yang tak layak konsumsi, yang penting proyeknya itu. Harga gula meningkat drastis, harga karet dengan gampang dipermainkan oleh koorporasi perusahaan dan pabrik. Untuk buruh, perusahaan di anak-emaskan, jaminan sosial ketenaga-kerjaan buruh di nomor enam belaskan, TKI dan TKW dianggap komoditi seperti barang yang menghasilkan devisa, tapi tak pernah ada kebijakan yang melindungi, akibatnya TKI dan TKW selalu jadi korban.
Adakah masalah dengan pendidikan? Segudang masalah dengan dunia pendidikan, mulai dari kebijakan kurikulum yang tidak jelas, penganggaran yang tidak konstitusional sampai dengan mutu pendidikan dan kapitalisme pendidikan yang terjadi. Bagaimana dengan kesehatan? Jangan tanya kesehatan, jika jaminan sosial kesehatannya tak ada. Bagi rakyat miskin ‘katanya’ pakai kartu miskin bisa berobat gratis, eh ternyata ketika sampai di balai pengobatan, baik itu puskesmas apalagi rumah sakit, yang namanya miskin malah dicuekin. Makanya tak heran jika busung lapar, epidemi flu burung, gizi buruk, HIV AIDS dan lain-lainnya berkembang subur dan susah untuk diatasi.
Trus korupsi telah menjadi kemahiran, pelakunya adalah ‘dewa-dewi’ yang tak bisa diendus apalagi dijamah oleh hukum, karena semuanya punya uang dan kuasa. Kekuasaan dan otoritas yang dipegang bukan dipergunakan untuk membuat kebijakan yang pro-rakyat untuk memenuhi hak-hak dasar rakyat, tapi dibuat tergantung pesanan, UU dibuat tergantung pesanan dan amplop, tergantung pesanan pemilik modal dan yang pasti intervensi kapitalisme global. Itulah situasi nasional.
Bagaimana dengan daerah, ternyata setali tiga uang kondisinya tak jauh berbeda, pelaku korupsinya tetap pada lokus yang sama, tak jauh-jauh dari aparatur pemerintahan, bisa ditemui di eksekutif dan birokrasi serta aparat penegak hukum, dapat pula ditemui dilingkaran legislatif, pemilik modal dan patron-kliennnya. Rakyat dapat apa setelah reformasi, apalagi setelah otonomi?...rakyat dapat pemiskinan, yah...pemiskinan secara struktural dan juga kultural. Pupuslah harapanku, letihlah aku menunggu!

Suara-suara meminta keadilan seperti inilah yang diteriakan untuk menyuarakan suara hati nurani rakyat. Memperingati sewindu reformasi yang sudah dianggap mati suri ini, kembali kita dipertontonkan dengan tumpukan masalah-masalah keadilan sosial yang tak kunjung beres, ambil contoh yang amat menyentil dan sedang hangat-hangatnya adalah persoalan kebijakan penghentian pemeriksaan dan pengadilan terhadap kejahatan orde baru yang disimbolisasikan dengan Soeharto selaku penguasa rezim otoriter tersebut. Adanya surat keterangan penghentian pemeriksaan dan penyidikan (SKPPP) dan tak kunjung adanya pengadilan terhadap Soeharto sehingga mencederai amanat reformasi dan juga mencederai rasa keadilan rakyat yang ditindas oleh Soeharto. Belum lagi kasus korupsi Soeharto dan kroni-kroninya yang tidak pernah diusut tuntas justru menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan pengentasan korupsi di negeri ini. Dengan label tokoh bangsa dan menyinggung tentang jasa-jasanya, seakan-akan Soeharto mempunyai imunitas hukum. Padahal kejahatan sosial dan kejahatan politik Soeharto justru lebih besar dan menyumbangkan jasa besar bagi trauma sejarah yang berkepanjangan di negeri ini. Jika dulu dianggap berhasil membangun, apanya yang dibangun, justru Soeharto membangun diatas utang-utang luar negeri dan kerapuhan sistem yang akhirnya meninggalkan borok-borok pembangunan. Pembangunannya adalah pembangunan semu, pembangunan artifisial diatas penindasan, ketidak-demokratisan, pelanggaran hukum dan HAM, diatas laras sepatu dan moncong senapan. Soeharto harus diadili termasuk putra-putri dan kroni-kroninya.
Reformasi...reformasi, reformasi sampai mati!* (Rudy Handoko)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home