red_roodee

Sunday, November 05, 2006

Seputar Keyakinan

Seputar Keyakinan

Di suatu hari yang indah. Di suatu warung kopi, dua orang teman saya sedang berdialog tentang claim kebenaran atau yang lebih nyentrik dikenal dengan the claim of truth.
Teman yang satu menyatakan bahwa harusnya hidup itu menghindari saling klaim agar tak terjadi lagi benturan-benturan karena saling membela panji kebenaran yang dalam beberapa kasus berakhir dengan memanggul panji kekerasan. Teman yang lain sepakat, namun ia tetap berujar...bahwa klaim tetap dibutuhkan dalam rangka menjaga komitmen dan konsistensi keyakinan. Jika semua sudah dianggap sama, untuk apa kita mesti memanggul suatu keyakinan dan tetap hidup didalamnya. Jika klaim sudah tidak ada, maka juga akan berbahaya, karena akan menghancurkan sendi-sendi keyakinan beragama.
Saya mendengarkan dengan seksama, menunggu giliran saya untuk berkata. Ketika sampai masa itu, saya kebingungan harus ngomong apa, ditengah kebingungan itu saya bergumam antara kedengaran dan tidak.
...Kawan-kawan pernahkah kalian merasakan kita selalu di doktrin, bahwa keyakinan kita paling benar. Keyakinan bahwa agama kita benar itu dibangun dengan memperbandingkan dan menunjukkan kejelekan alias kelemahan dari keyakinan yang lain. Pertanyaan sederhana yang perlu kita tanya lagi pada diri kita adalah "Apakah kita baru yakin bahwa keyakinan kita benar setelah kita mempersalahkan keyakinan yang lain? Jika keyakinan yang lain itu tidak ada, tetapkah kita yakin bahwa keyakinan kita yang benar?"
Jika keyakinan yang kita miliki itu baru kita yakini benar setelah mempersalahkan keyakinan yang lain, berarti sesungguhnya kita belum yakin dengan apa yang kita yakini benar, sehingga memerlukan sesuatu yang mesti dikorbankan untuk membenarkan keyakinan kita (Kasar sekali khan proses kita membangun keyakinan didalam diri). Dan jika terus begitu, selamanya kita hidup dalam ketidak yakinan alias keraguan, apakah keyakinan kita saat ini benar atau tidak. Jangan sok ideologis denganku!


Gradasi Baik-Buruk

Sering saya ketemu dengan beberap orang yang kemudian bertanya tentang baik-buruk itu apa sih? karena saya bukan seorang ustadz, saya sebenarnya merasa tak punya legitimasi untuk menjelaskan persoalan ini dari sudut pandang agama, baik dari sudut pandang aqidah, ushul fiqh dan fiqh. Karena memang takut salah yang akhirnya menimbulkan fitnah, juga karena selama ini khawatir mengambil tugas ke-ustadz-an yang menurut banyak pihak adalah hak prerogatif klan para ustadz dan ulama. Ketika saya menolak berdialog dengannya, dia malah mengajari saya...sampaikanlah olehmu, walaupun satu ayat. Saya jadi miris juga, orang ini maksa pakai ayat lagi, dan saya pun sempat curiga, jangan-jangan ni orang sekedar menguji saya. Untuk menjawab sudut pandang filosofi-ilmiah pun saya kebingungan juga, karena saya belum sampai pada maqam filosof yang dibenaknya carut-marut memikirkan masalah-masalah seperti ini.
Namun, dipikir-pikir, tak ada ruginya kalau saya juga angkat bicara. Biarin deh, apapun tanggapannya nanti. Dengan ke-mumet-an kepala, saya beranikan diri dengan memaparkan suatu percontohan :

Jika anda melihat seorang anak kecil kencing ditempat kita yang nongkrong ini, apakah anda akan menyatakan itu perbuatan baik atau buruk?
Dia bilang bahwa itu perbuatan buruk tapi tak bisa dipersalahkan.
Jika saya kencing ditempat ini apakah anda akan menyatakan itu perbuatan baik atau buruk?
Dia jawab itu perbuatan yang sudah pasti buruk dan akan saya gebuk!

Kemudian, jika anak kecil itu memberi anda bunga, apakah itu perbuatan baik atau buruk?
dia berseru, itu baik!
Klo saya yang memberikan bunga itu pada anda, apakah itu perbuatan baik atau buruk?
Itu baik. Namun bedanya, klo anak kecil dia memberi bukan karena sepenuhnya dorongan sadar dari dalam dirinya, bisa jadi hanya menuruti perintah atau disuruh atau mungkin dalam proses belajar melakukan sesuatu yang baik yang diajarkan oleh orang tuanya. Sedangkan anda, tentunya ada sesuatu keinginan yang memotivasi didalam diri anda sehingga anda memberi saya bunga, ujarnya panjang lebar.

Jadi intinya apa? tanyanya.
Intinya kelapa dan gula merah! Jawabku

Ada keinginan yang memotivasi, ada pengetahuan, ada tindakan, ada nilai dibalik semua tindakan. Ada...akal anda yang menjadi barometer semua itu.
Tindakan yang dilakukan anak kecil, meski itu baik atau buruk, nilainya tidak sama dengan tindakan yang anda lakukan. Ada gradasi/tingkatan baik-buruk yang berlaku. Sehingga dalam bahasa keyakinan, orang yang tidak sadar, yang tidak dan belum maksimal menggunakan potensi akalnya seperti anak kecil, orang tidur, orang hilang kesadaran dan gila meski mereka melakukan perbuatan baik dan buruk, gradasi nilainya berbeda dengan kita yang waras, sepenuhnya sadar dan mampu memaksimalkan potensi akal.

Jean Roodee de Gentille

0 Comments:

Post a Comment

<< Home