red_roodee

Saturday, January 13, 2007

AWASI REBOISASI LAHAN

AWASI REBOISASI LAHAN

Masalah kerusakan hutan bagi Indonesia telah menjadi momok. Saat ini, kondisi hutan tropis di Indonesia tengah mengalami proses deforestisasi yang luar biasa, sehingga ada perumpamaan yang pas untuk menggambarkan kondisi laju kerusakan hutan itu adalah bahwa dalam satu jam, Indonesia kehilanagn wilayah hutannya seluas tiga kali lapangan bola.
Hutan bagi masyarakat sekitar hutan atau masyarakat yang secara kultural terikat dengan hutan sebagai bagian dari kehidupan mereka, difahami bukan hanya sebagai sumber kayu semata, tetapi merupakan potensi alam yang luar biasa, yakni sebagai tempat serapan air yang tentunya menjadi sumber air untuk kebutuhan hidup, buah-buahan, umbi-umbian, madu, damar, rotan dan potensi lainnya yang bernilai ekonomis. Terlebih dari itu, hutan adalah benteng alam pelindung dari bencana alam dan ekosistem bagi makhluk hidup dan keanekaragaman hayati lain.
Setelah rusak, setelah banjir bandang, erosi mengikis dan longsor menghadang, bencana silih berganti datang. Pertanyaannya adalah... Apakah kita masih belum menyadari akibat dari perilaku hidup yang merusak muka bumi, apakah kita belum bisa mengambil pelajaran dari apa yang telah kita lihat dengan mata kepala kita sendiri? Lalu apakah kita tidak memikirkan bahwa hutan adalah jaminan bagi keberlangsungan hidup di masa mendatang. Bukan hanya untuk kita tapi buat generasi setelah kita.
Berbagai cara telah dilakukan untuk mengembalikan fungsi hutan, trilyunan rupiah telah dihamburkan sebagai bagian dari upaya untuk tetap melestarikan hutan. Gerakan reboisasi telah bertahun-tahun dicanangkan dan berbagai programnya juga telah dilaksanakan. Ternyata sampai saat ini, hal itu sekedar proyek yang terus ada, namun habis di modal/ongkos, tanpa suatu hasil maksimal yang bisa dibanggakan. Malah..., gerakan itu tiada apa-apanya meski telah menghabiskan dana yang tidak sedikit dibandingkan dengan gerakan yang dilakukan para peraih penghargaan kalpataru, yang meski tidak digaji dan tanpa urunan dana pemerintah tapi memberi bukti, mereka berhasil menjaga kelestarian alam.
Apanya yang salah? Apakah uang itu benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat, untuk pelestarian hutan sehingga menjadi lebih baik atau ternyata banyak penyimpangan yang membuat dana trilyunan itu menetes kemana-mana tanpa juntrungan yang jelas. Ini adalah pertanyaan yang harus dijawab!
Berbagai program telah dilakukan oleh pemerintah untuk melakukan reboisasi lahan. Sekarang ini kita sering mendengar tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL), ada GERHAN dan lain-lain. Untuk masalah pendanaanpun tidak sedikit dipagukan dalam APBN yang dikucurkan melalui dana dekonsentrasi program GN-RHL dan GERHAN itu, belum lagi yang bersumber dari Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi (PSDH-DR). Namun lagi-lagi..., ternyata lebih banyak penyimpangannya. Dengan kasat mata terlihat lebih banyak yang nihil hasilnya dan tentunya bermasalah.
Kemungkinan penyimpangan terjadi dalam program-program seperti itu sehingga tidak menyentuh apalagi menyelesaikan persoalan, karena program-program yang cenderung terselubung proses pelaksanaannya dan tidak transparan, hingga membuka peluang terjadinya penyimpangan karena akses publik terhadap kegiatan itu lemah serta peran publik pun relatif rendah. Sederhananya, terkadang masyarakat di sekitar lokasi tidak mengetahui adanya program-program itu, kalau sudah begitu, keterlibatan mereka pun tidak ada, sehingga secara tidak langsung mereka dipaksa hanya tahu terima jadi. Tentunya mereka juga tidak bakalan mengetahui apakah terjadi pemotongan misalnya dan juga tidak mengetahui siapa-siapa yang terlibat dalam program-program itu.
Kemudian adanya kecenderungan tidak profesional menangani program, misalkan pelibatan orang-orang yang mengerjakan program adalah orang-orang dekat atau seleksi yang asal-asalan dalam memilih orang yang bakal berperan sebagai pendamping program, padahal dia tidak mampu dan tak punya kompetensi untuk itu. Belum lagi adanya yang meminta bagian program alias minta jatah proyek dan sebagainya.
Hal lain yang menyebabkan program-program ini tidak tepat sasaran adalah dari segi pelaksanaan yang asal kejar target, sehingga pemilihan lahan tidak melalui survey yang benar, lahan yang hendak direboisasi bukan lahan yang sesungguhnya. Kalaupun lahan yang dipilih adalah lahan kritis sesungguhnya, namun terkadang dengan gaya yang asal proyek itu, maka lahan itu ditanami tanpa melalui proses pengolahan yang benar, karena untuk memudahkan pekerjaan dan mengurangi biaya sehingga kelebihan biaya bisa masuk kantong.
Bahaya selanjutnya misalkan pada pemilihan bibit yang ditanam, apakah telah sesuai dengan jenis tanah? Banyak sekali data di lapangan yang menunjukkan bahwa bibit yang disediakan adalah bibit asal-asalan, bukan bibit yang berkualitas dan tidak sesuai dengan standar sebenarnya. Ditambah lagi dengan perlakuan yang diberikan/perawatan terhadap tanaman tidak baik, sehingga setelah tanam sebulan kemudian mati. Hal-hal ini sering terjadi, yaa... karena itu tadi, untuk mengurangi biaya dan memudahkan pekerjaan. Wajar jika program itu habis-habis di program saja, selesai program tamat juga riwayat tanaman.
Untuk itu, seluruh elemen masyarakat harus ikut memantau dan melaporkan jika terjadi kecurangan/penyimpangan. Karena dana-dana yang dikeluarkan untuk itu semua adalah uang rakyat, dan tentunya kita semua tidak rela jika dana-dana tersebut hanya dihambur-hamburkan mubazir dan/atau hanya dinikmati/untuk kepentingan segelintir orang saja.

Rudy Handoko

0 Comments:

Post a Comment

<< Home