red_roodee

Monday, November 13, 2006

KENAPA HARUS SAWIT

KENAPA HARUS SAWIT

Kabupaten Ketapang ini merupakan daerah yang sangat potensial mengingat potensi sumber dayanya yang sangat besar. Namun memang pengembangan dan pembangunan daerah ini tergolong tertinggal dari segi pembangunan sarana-prasarana dan pemberdayaan masyarakatnya.
Padahal jika sumber daya dan potensi yang besar itu dikelola maksimal dan tentunya dengan berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar rakyat dan memperhatikan keseimbangan ekologis maka akan mensejahterakan masyarakatnya.
Saat ini orientasi kebijakan Pemkab menjadikan kawasan Kabupaten Ketapang sebagai wilayah investasi perkebunan. Kini alternatif pengembangan potensi sumber daya lahan salah satunya sudah diarahkan pada sektor perkebunan. Namun apa daya, ternyata skenarionya adalah sawitisasi Ketapang. Dengan hanya menggambarkan bahwa sawit akan memberikan kesejahteraan, Pemkab telah membodohi masyarakatnya, karena sisi negatif dari sawitisasi secara sosial-budaya dan lingkungan tidak pernah ditampilkan.
Dalam konteks ini, saya mencoba memberikan beberapa catatan kritis. Misalkan contoh untuk Kalbar secara keseluruhan hingga kini tercatat 1.574.855,5 Ha lahan sudah dipergunakan untuk sektor perkebunan. Dari jumlah tersebut, 587.179,5 Ha merupakan perkebunan rakyat, dan sisanya 782.775,5 Ha perkebunan besar. Dari alokasi untuk perkebunan besar tersebut, tercatat hanya 195.596 Ha (atau sekitar 24,99%) yang sudah benar-benar dipergunakan untuk perkebunan. Dari catatan angka ini menunjukkan adanya fenomena menarik dari investasi ”penguasaan lahan” yang ”berkedok” perkebunan tersebut. Apakah untuk konteks Ketapang juga di skenariokan begitu?
Padahal pada sisi yang lain, kehidupan masyarakat yang bertopang pada sektor pertanian dan perkebunan dengan berbagai keanekaragaman tanaman, cukup besar dan potensial untuk dikembangkan. Karena perkebunan rakyat seperti karet, kopi dan lada merupakan salah satu tulang punggung terbesar perekonomian rakyat yang lebih menjanjikan, untuk penjualan hasil produksipun bisa kompetitif karena tidak hanya satu arah ke pabrik dan monopolistik seperti sawit. Persoalan kepemilikan pun langsung dimiliki oleh masyarakat, bukan dikuasai pemilik modal.
Jika perkebunan sawit yang dilirik, maka belajarlah pada beberapa kasus di daerah-daerah lain, memang secara jangka pendek berdampak baik bagi pertumbuhan perekonomian, namun berdampak negatif dalam jangka panjang, baik bagi pengembangan perkebunan lain, pertanian juga bagi kelestarian lingkungan karena akan berdampak merusak lingkungan dan hutan. Apakah kita mau melihat bencana kedepan terjadi di tanah tercinta, akibat kebijakan yang salah. Kalaupun tetap ingin mengembangkan sawit, seharusnya jika memang berniat baik, yang dijadikan lahan adalah dengan memanfaatkan, berdayakan dan hidupkan saja lahan kritis. Jangan dengan membuka lahan baru yang tentunya dengan jalan menebangi huta.n
Ibarat latah, Pemkab yang berkeinginan menjadikan Ketapang sebagai sentra perkebunan sawit melupakan pertimbangan-pertimbangan itu, hanya melihat keuntungan sesaat saja tanpa melihat dampak jangka panjang.
Gerakan sawitisasi ini ternyata juga terjadi diwilayah Kayong Utara, terhitung mulai dari Simpang Hilir, Teluk Batang, Seponti Jaya dan Pulau Maya Karimata pun dilirik sebagai ini sebagai kawasan pengembangan perkebunan dan industri CPO. Padahal kawasan ini jika dilihat secara potensi, maka masih banyak yang bisa dikembangkan selain sawit. Harusnya konsentrasi pembangunan dan pemberdayaannya yang sesuai dengan karakteristik wilayah.
Jika dipaksakan, maka kekhawatiran terhadap dampak yang ditimbulkan secara sosial dan ekologik sangat rawan. Karena kegiatan perkebunan dan industri hilir pengolahan hasil perkebunan, juga kerap menimbulkan permasalahan lingkungan.

Rudy Handoko

Pegiat Himpunan Mahasiswa Kayong Utara (HIMAKATRA) dan Komunitas Kajian Lintas Kayong (KKLK)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home